Kenapa Kemiskinan Meninggi?
Berdasarkan catatan BPS, kenaikan tingkat kemiskinan selama periode Maret hingga September 2022 disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya:
1. Penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
Pada tanggal 3 September 2022 pemerintah menaikkan harga untuk jenis bahan bakar Pertalite, Solar, dan Pertamax (nonsubsidi). Penyesuaian harga BBM ini berpengaruh pada kenaikan harga bensin, solar, dan ongkos angkut.
Selain itu, penyesuaian harga BBM ini juga berdampak pada inflasi. BPS mencatat inflasi pada bulan September 2022 sebesar 1,17% (mtm) dan 5,95% (yoy).
2. Kenaikan harga eceran komoditas bahan pokok
BPS mencatat secara nasional jika dibandingkan dengan Maret 2022, harga eceran 5 komoditas bahan pokok yang mengalami kenaikan diantaranya beras naik 1,46%, harga gula pasir naik 2,35%, harga tepung terigu naik 13,97%, harga telur ayam ras naik 19,01%, dan harga cabai merah naik nyaris setengah kali lipat sebesar 42,60%.Kenaikan harga ini merupakan dampak dari penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengalami kenaikan di bulan yang sama.
3. Tingginya angka penduduk kerja terdampak pandemi dan PHK
Sepanjang September 2022 terjadi Pemutusan Hubungan Kerja di sektor padat karya seperti industri tekstil, alas kaki serta perusahaan teknologi. Kejadian ini berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Belum lagi memang masih terdapat 4,15 juta orang penduduk usia kerja yang terdampak pandemi pada Agustus 2022.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta (BPS-Statistics DKI Jakarta Province)Jl. Salemba Tengah No. 36-38 Paseban Senen Jakarta Pusat
E-mail : [email protected]
Indonesiabaik.id - Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mengeluarkan rilis jumlah penduduk miskin di Indonesia. Tren penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia patut diapresiasi.
Indonesiabaik.id - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi kenaikan tingkat angka kemiskinan di Indonesia pada September 2022 dibandingkan periode sebelumnya Maret 2022. Dari segi jumlah penduduk miskin jumlahnya naik sebesar 0,20 juta orang mencapai 26,36 juta orang.
Posisi itu naik 0,03 persen atau 200.000 orang dari posisi Maret 2022 yang sebanyak 26,16 juta orang miskin. Namun, turun 0,14 persen atau 140.000 orang dari posisi September 2021 yang sebanyak 26,50 juta orang miskin.
Pada dasarnya tingkat kemiskinan sudah mulai mengalami penurunan sejak mengalami peningkatan akibat pandemi. Saat itu, tingkat kemiskinan naik menjadi double digit pada September 2020 menjadi 10,19 persen. Posisi itu mulai menurun pada Maret 2021 ke tingkat 10,14 persen, yang kemudian diikuti penurunan ke tingkat 9,71 persen pada September 2021 dan 9,54 persen pada Maret 2022. Namun, sedikit meningkat pada September 2022 dengan posisi 9,57 persen.
Tren Penduduk Miskin Tahun ke Tahun
Jumlah penduduk miskin sebelum pandemi atau pada Maret 2019 sebanyak 25,14 juta orang atau 9,41%. Jumlah penduduk miskin meningkat memasuki tahun pertama pandemi dan mencapai puncaknya pada Maret 2021 sebanyak 27,54 juta orang atau 10,14% dari total penduduk.
Pada bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 25,95 juta orang atau 9,82 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen). Presentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 7,26 persen, turun menjadi 7,02 persen pada Maret 2018. Sementara itu, presentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 13,47 persen ata
Fraksidemokrat.org. Jakarta, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 27,77 juta orang pada Maret 2017. Jumlah tersebut bertambah sekitar 10.000 orang dibanding kondisi September 2016 yang mencapai 27,76 juta orang.
Survei ini pun mendapat kritikan dari sejumlah fraksi di Parlemen Senayan, salah satunya Fraksi Partai Demokrat.
Menurut Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto, hasil Survei BPS tersebut memang didasarkan kepada kondisi nyata di masyarakat saat ini.
"Kami FPD tentu sangat prihatin dengan kondisi yang ada yang seharusnya pemerintah bertanggung jawab secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan. Dan bukan malah sebaliknya," cetus Didik
Menurutnya pemerintahan Jokowi harus serius memberikan keberpihakan kepada rakyat miskin secara nyata dan bukan janji palsu. "Jangan beri warga cek kosong. Tapi janji nyata," sergahnya.
Ia menyatakan, sejak awal FPD tidak henti-hentinya nya untuk mengingatkan pemerintah dalam setiap pandangan fraksinya, agar pemerintah menyeimbangkan program dan kebijakannya antara pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan. "Tanpa meninggalkan atau berlawanan satu sama lain," terangnya.
Kebijakan infrastruktur tersebut, ucapnya, tentu harus diterjemahkan dalam kebijakan nyata dan terintegrasi dengan basis yang terukur dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, BUMN dan swasta secra transparan dan akuntabel seperti yang pernah diterapkan oleh pemerintahan SBY melalui MP3EI.
"Memfokuskan kebijakan apalagi eksekusinya hanya melalui kebijakan hanya sektoral di kementrian lembaga, hampir bisa dipastikan tidak tetintegrasinya diantara para pemangku kepentingan termasuk transparansi dan akuntabilitasnya," tuturnya.
Pengentasan kemiskinan tanpa landasan road maps yang terukur dan terintegrasi, ucapnya, mustahil akan bisa dicapai.
"Sepertihalnya strategi pembangunan melalui Four Track Strategy, Pro Poor, Pro Job, Pro Growt dan Pro Enviroment yang pernah diterapkan oleh Pemerintah SBY dipastikan ada ukuran dan pedoman yang menjadi guiden pemerintah dalam mengatasi persoalan kesenjangan dan kesejateraan khususnya pengentasan kemiskinan," sindirnya.
Lebih lanjut, Ketua Umum Karang Taruna Nasional ini menilai pemimpin bangsa yang negarawan bukan hanya membuat asal beda tapi membuat rakyat susah, mengakui, menyempurnakan serta menambah keberhasilan pemerintah sebelumnya adalah standing negarawan yang sesungguhnya.
"Intinya ya jangan hanya obral janji tapi realisasi nyata yang ditunggu bangsa ini," tandasnya menambahkan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan 27,77 juta orang tersebut merupakan penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Salah satu yang menyebabkan bertambahnya jumlah masyarakat miskin di Indonesia adalah terlambatnya penyaluran beras sejahtera (ranstra).
Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2016, kata dia, maka jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebanyak 234,19 ribu orang. Menurutnya, penurunan jumlah penduduk miskin pada periode ini relatif lebih lambat dibanding tahun sebelumnya. (Sumber Berita : nasional.indopos.co.id / ***)
Penduduk Miskin Turun
Usaha pemerintah dan masyarakat untuk terus mengentaskan kemiskinan makin menunjukan hasil positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk Indonesia.
Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen, menurun 0,17 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021. Sedangkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang, menurun 0,34 juta orang terhadap September 2021 dan menurun 1,38 juta orang terhadap Maret 2021.